Surabaya, (Kabar Masjid)// Banyaknya oknum organisasi masyarakat (ormas) maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang kerap memalak pengusaha seolah menjadi masalah klasik di Tanah Air. Meski jelas-jelas meresahkan, fenomena ini masih terus terjadi dan berulang.
Salah satu keresahan pengusaha adalah permintaan tunjangan hari raya (THR). Para ormas kerap mengirim surat permintaah THR dengan dalih keamanan dan kontribusi pada lingkungan sekitar.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan, kelakuan ormas di Indonesia sudah sangat meresahkan dan menggangu investasi.
“Itu salah satu gangguan (ormas bikin resah). Aksi premanisme (ormas) atau sebagainya itu tugas pemerintah. Kalau kita mau (ekonomi) maju, ya harus dibersihkan,” tegas Abdul di acara International Furniture Expo (IFEX) 2025 di JiExpo Kemayoran, Jakarta, dikutip pada Sabtu (15/3/2025).
Sebagai pelaku usaha yang berkontribusi pada perekonomian negara, Abdul tak habis pikir masih banyak ormas bikin resah dengan melakukan pemalakan secara halus. Bila pemerintah serius menyehatkan iklim investasi, premanisme berkedok LSM maupun ormas seharusnya diberangus.
“Saya yakin, pemerintah sudah memiliki kesadaran yang cukup besar bahwa elemen penting yang harus diberangus. Karena itu jelas mengganggu, terutama di industri-industri besar. Itu juga mengganggu industri mebel. Kasus-kasus yang kita dengar kemarin, gangguan dari ormas,” jelas Abdul.
Setali tiga uang, selain pengusaha mebel, para investor yang menempati kawasan industri juga mengeluhkan hal yang sama. Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar mencurahkan keresahan para investor saat memberikan sambutan di acara Dialog Industri Nasional di Kantor Kementerian Perindustrian pada 6 Februari 2025.
Ia bilang, kerugian itu tak hanya dari pengeluaran anggaran yang diberikan investor, tetapi juga dihitung dari investasi yang tidak jadi masuk ke Indonesia.
“Itu sih udah pasti (mengalami kerugian). Menurut saya itu bisa dikatakan, sudah kalau dihitung semuanya ya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang enggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan triliun juga tuh. Ratusan triliun,” jelas Sanny.
Ia mengakui, aktivitas ormas minta THR hingga uang keamanan menjadi salah satu kendala besar untuk industri. Namun, hal itu sering tidak muncul di permukaan dan malah terus terjadi sampai sekarang. Padahal, pemerintah sudah mempromosikan Indonesia agar investor asing mau menanamkan modal di Tanah Air.
“Kita kan selalu (yang dibahas) terkait dengan infrastruktur, insentifnya kurang, padahal itu yang kita hadapi sehari-hari. Kementerian Luar Negeri, BKPM, semuanya boleh roadshow di luar negeri, segala macam (untuk menarik investasi),” ungkap Sanny.
“Begitu investor masuk ke daerah, udah. Dikerjain habis-habisan. Jadi ngadepin yang mereka itu, ya tentunya kan kita berharap ke siapa, kalau bukan ke aparat kepolisian kan?,” tegasnya.
Menurutnya, untuk membangun industri, investor meminjam uang, membeli mesin-mesin mahal, dan menghadapi persaingan yang ketat. Selain itu, untuk mendirikan pabrik, harus dipilih lokasi yang strategis untuk kepentingan bisnis dan pasar. Sehingga, aktivitas ormas menjadi beban tambahan untuk investor.
“Dia (investor industri) cari pasar, di mana supaya pembeli mau beli, itu saja sudah pusing dengan persaingan global ini. Sekarang ditambahin disuruh ngadepin yang model-model yang kayak gitu, ya gangguan-gangguan keamanan gitu,” jelasnya.
Sanny mengungkapkan, selain fenomena ormas minta THR, ormas sering meminta agar kebutuhan transportasi, catering, dan keperluan pabrik diserahkan kepada mereka.
Selain itu, ada permintaan yang mengatasnamakan untuk putra daerah. Hal-hal kecil itu memicu investor akhirnya mengurungkan niat untuk membangun industri.
“Padahal itu orang dari daerah-daerah enggak jelas juga, dari jauh-jauh juga, pokoknya kita ini minta jatah kita, harus diberikan ke kita. Kan enggak bisa. Zaman sekarang perusahaan kan untuk menentukan segala sesuatu kan harus melalui proses tender,” jelasnya.
“Gimana investornya enggak mundur gitu kan,” tegas Sanny.
Ia pun menyampaikan, aktivitas ormas yang merugikan investor terjadi hampir merata di seluruh kantong-kantong industri, antara lain Karawang, Bekasi, Jawa Timur, hingga Batam.
Ormas minta THR Selain pemalakan dengan dalih uang keamanan, banyak pula fenomena ormas minta THR setiap tahun menjelang Lebaran Idul Fitri. Permintaan uang THR lazim disampaikan melalui surat berkop ormas.
Direktur Legal and External Affairs Chandra Asri Group Edi Rivai, mengatakan pihaknya berharap ada penegakan hukum dan kepastian dalam berinvestasi. Rutinitas ormas minta THR harus ditindak tegas.
“Pada intinya yang kami harapkan adalah kepastian hukum, kepastian berusaha, sehingga kegiatan tidak terganggu (dengan ormas minta THR),” tutur Edi dalam Diskusi Forwin Peluang dan Tantangan Industri Kimia sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta, dikutip dari Tribunnews.
“Saya rasa ini pentingnya koordinasi dengan pihak keamanan, kepolisian untuk menertibkan ini (ormas minta THR), sehingga kami bisa bekerja dengan fokus dan tidak terhalang dengan hal ini dan investor juga mau masuk,” kata dia lagi.
Diungkapkan edi, fenomena ormas minta THR ini harus disudahi. Ia berujar, tanpa diminta, sebenarnya pengusaha akan selalu berupaya memberikan sumbangsih pada warga lokal di sekitar operasi perusahaan.
Misalnya memprioritaskan masyarakat sekitar dalam rekrutmen tenaga kerja untuk beberapa posisi tertentu.
Kontribusi lainnya, yakni memberdayakan pengusaha-pengusaha sekitar sebagai vendor atau mitra.
“Dari pihak industri, terlebih kami akan membangun. Tentunya akan memberi manfaat ke lokal, menyerap tenaga kerja lokal, memberikan kesempatan bekerja pengusaha-pengusaha lokal yang mempunyai kompetensi dan sebagainya,” imbuhnya. **(MuZ/SyF)